Jangan Kubur Talentaku!!

“Duh, nilai matematika 50, fisika 35, kimia 40, bisa-bisa aku dimarahi 7 hari 7 malam sama mama,” kataku saat melihat pengumuman hasil ujian di madding. Nila-nilai merah itu langsung membuatku sedih sepanjang hari. Aku memang tidak terlalu pintar dalam 3 mata pelajaran itu.
Setibanya dirumah, mama langsung menanyaiku tentang ujianku. Ya tentu saja aku bilang dengan jujur bahwa nilai-nilai ipa ku merah semua.
“Apa? Kalau nilaimu seperti itu, bagaimana kamu bias menjadi seorang dokter seperti papamu? Ingat aurel, kamu harus jadi dokter” bentak mama kepadaku.
“Aurel gak mau jadi dokter. Aurel mau jadi penulis novel. Tolong mama jangan memaksaku lagi,” kataku pada mama.
“Penulis novel? Lupaka saja kalau impianmu hanya mau menjadi seorang penulis novel” mama memarahiku lagi.
Tak kulanjutkan pertengkaran yang tak akan pernah berakhir ini. Aku putus kan untuk masuk ke dalam kamar untuk berdoa.
“Tuhan, kuatkan aku menghadapi keadaan ini. Aku ingin sekali mengembangkan talentaku, namun mamaku sendiri tidak mendukung aku. Aku mohon untuk ubahkan hati mama. Terimaksih ya Tuhan. Amin” doaku penuh harap.
Keesokan harinya di sekolah…
“Rel, kok karya tulismu tidak ada dibuletin sekolah?” Tanya Kasih kepadaku.
“Aku lagi gak punya inspirasi. Lagi banyak masalah sekarang.” Kataku menjawab pertanyaan Kasih.
“Oh, yang sabar saja. Pasti nanti ada jalan keluarnya. Yang pasti kamu jangan sampai tidak mengembangkan talenta menulismu itu” saran Kasih kepadaku.
Setelah Kasih bicara itu kepadaku, aku mempunyai sebuah ide. Aku akan membuat sebuah novel tanpa sepengetahuan mama.
3,5 bulan aku menyelesaikan novel pertamaku dan hari ini aku dan Kasih akan pergi ke penerbit untuk menerbitkan novel ku ini.
Sesampainya di penerbit, aku langsung menyerahkan novelku itu. Pak Stephen, sang penerbit langsung mengambil dan membacanya dengan seksama.
“Aurel, bapak sudah selesai membaca novel mu ini. Novelmu sangat bagus, namun bapak belum bica menerimanya sekarang. Bapak harus merundingkan dahulu dengan direksi lain. Bapak akan mengabarkan kamu besok lewat telepon, “kata pak Stephen
Keesokan harinya…
Telepon dirumah Aurel berdering. Karena Aurel belum pulang sekolah, mamanya yang mengangkat telepon itu.
“Halo, selmata siang. Bisa bicara dengan Aurel?”
“Maaf. Aurel belum pulang sekolah. Ini dengan siapa?”
“Saya Pak Stephen, penerbit novel. Selamat ,novel Aurel diterima. Kapan Aurel bias datang untuk tandatangan kontrak?”
“Novel apa? Saya mamanya Aurel sama sekali tidak tahu dengan novel yang anda maksud. Dan saya tidak mengizinkan kalau Aurel menjadi seorang penulis novel.”
“Wah, sayang sekali Aurel merupakan penulis berbakat. Mohon Ibu jangan mengubur talentanya.”
“Anda sebaiknya jangan mencampuri urusan keluarga saya.”
Telepon pun putus.
Saat aku pulang sekolah, mama langsung menegurku.
“Aurel! Mama kan sudah menyurhmu untuk tidak menulis lagi. Kamu jangan menjadi seorang penulis novel. Kamu harus menjadi dokter,” mama memarahiku lagi.
“Mah, tolong jangan kubur talenta Aurel. Aurel cuma punya talenta dalam menulis dan Aurel ingin mengembangkannya. Aurel mohon jangan paksa AUrel jadi dokter lagi,” kataku mengungkapkan persaanku.
Mama terdiam. Terlihat dari wajahnya, kalau ia sedang merenung. Kemudian mama berkata bahwa ia sudah salah dan egois. Akhirnya mama mengizinkanku menjadi seorang penulis novel dan ia memberitahuku bahwa ada seorang penerbit yang menelepon tadi dan mengatakan kalau novelku diterima. Aku dan mama langsung pergi ke tempat penerbit itu. Setelah membaca kontraknya, aku pun menandatanganinya.
5 bulan setelah peluncuran novelku itu, aku sudah mengantongi uang Rp. 25.000.000,- dan bulan depan rencananya novelku akan diangkat ke layar lebar. Aku sangat bersyukkur atas kasih Tuhan. Thank you, Lord.
Saat kita punya 1 atau 2 talenta, janganlaj kita mengabaikannya begitu saja. Kita harus senantiasa mengembangkan talenta yang kita miliki itu. Jika ada masalah menerpa, jangan putus asa! Bawa masalah-masalahmu kepada Tuhan. Tuhan kita lebih besar dari masalah-masalah kita. GBU

^Yanthi^

0 komentar:

Posting Komentar